Sabtu, 07 Juli 2012

Menuju "Altair"

1 komentar

Aku percaya tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua sudah diatur oleh Yang Mahakuasa. Namun, untuk kejadian yang aku alami saat ini, semua seperti mimpi,  Mataku tidak mengerjap sedikitpun memandangi benda berkilauan ini, tanganku bergetar, tetapi segera aku sadari membiarkan benda ini terlihat oleh orang lain sama saja cari penyakit. Langsung kumasukkan kembali ke kantong beludru, kemudian kubungkus dengan sapu tangan, lalu kumasukkan dalam tas, tapi tunggu! ini terlalu berbahaya untuk keselamatan nyawaku. Kalau aku taruh di gang kecil ini pasti pencuri itu akan kembali lagi ke sini dan mengambilnya. Aku mencoba melihat keseliling lorong sempit ini, mencoba mencari tempat penyimpanan terbaik.

Hem, di ujung gang buntu ini ada sebuah lubang kecil, yang bisa melewatinya mungkin hanya tikus. Kubungkukan badan untuk mengintip lubang tersebut. Gelap sekali, lalu aku mengambil telefon genggamku untuk dijadikan senter, hem.. sebuah gudang rupanya, sepertinya aman. Tidak akan ada orang yang memerhatikan gudang tua ini sampai ke pojok ruangan. Persembunyian yang sempurna, lalu lubang itu kututup dengan pecahan batu bata yang terserak di lorong ini, dan menutupnya lagi dengan tanah. Ku buat se natural mungkin biar tidak ada yang curiga. Ah ya! Sempurna.

Dengan mantap, aku segera keluar dari gang kecil itu, setengah mengendap-ngendap untuk memastikan pasar ini sudah aman dari kerumunan gila itu. Ku intip perlahan situasi di luar gang, tengok keadaan di kanan lalu ke kiri. Sepi, aku rasa tidak ada orang. Hey, kenapa tingkah ku ini jadi seperti pencuri berlian! Gara-gara benda ini. Ku tengokkan lagi ke kanan untuk memastikan apa benar-banar aman, dan sebuah gerakan cepat terlihat menghilang di balik tembok, tetapi aku berhasil melihatnya, tingginya mungkin 180cm, badannya kekar, dan berkulit hitam legam. Glek, jantungku mulai berdegup lagi.

Nafasku tercekat. Bagaimana kalau itu pencurinya, ah mungkin lebih tepat mavia untuk barang semahal ini. Untuk berlian sebesar ini, bapak yang ku temui di jalan itu pasti telah salah menilai, tidak mungkin satu miliar. Kutaksir bisa mencapai 600 miliar! Apa yang harus aku lakukan, bagaimana kalau dari belakang orang itu menikamku hingga tewas! Aku masih mematung di tempatku, menunggu apa yang akan terjadi, mencoba berfikir keras untuk tindakan ku selanjutnya.

Terdengar suara gaduh dari arah kiri, bagian depan pasar. Ah ya! Hidupku ternyata masih bisa berlanjut, lima orang pak polisi! Sepertinya sedang mengadakan penyelidikan. Huuft..Alhamdulillah, ku langkahkan kakiku ke luar pasar dengan sewajar mungkin. Lebih baik ku kembalikan saja sendiri ke toko berliannya langsung, mataku hijau! Sedikit senyuman licik tersungging di wajahku.

“Hey, kamu!” Pak polisi itu memanggilku.

“Ini daerah steril, tidak boleh ada yang berada di sini!” Pak polisi yang lain setengah membentakku.

“Maafkan saya pak, saya hanya berlindung dari kerumunan tadi, saya bisa mati terinjak pak!”Aku berusaha menjelaskan.

“Hemm..namamu siapa dek?”Tanya bapak itu sedikit membungkuk.

Kutarik nafas, ada firasat tidak baik “Ares pak!”
Kemudian bapak polisi itu berfikir sebentar, kemudian memerhatikanku dari kepala sampai kaki. Aku salah tingkah. Aku coba bersikap sewajar mungkin, walaupun jantungku sudah berdegup tidak karuan.

“Kamu harus ikut ke kantor polisi nak, kamu berada di daerah steril saat penyelidikan, kami hanya akan meminta beberapa informasi darimu” Serunya dingin.

Oh tidak, uangku bisa melayang! Tetapi beberapa saat kemudian.

“Kau yakin akan membawaanya, tampang macam seperti anak ini tidak akan membantu apapun, hanya menambah pekerjaan kita saja tahu!” Sambil mengitari dan memerhatikan tubuhku bapak polisi yang lain menentang pak polisi itu.

“Iya benar Pak! Saya hanyaingin membeli sayur pesanan ibuku! Sungguh!” ku acungkungkan dua jariku, telunjuk dan jari tengah, dengan wajah penuh kesungguhan.

“Hemm.. benar juga, kau beruntung nak, cepat pulang sana, hati-hati dengan orang asing!” Pesan pak polisi itu. Aku mengangguk cepat, “terimakasih pak!” aku langsung berlari meninggalkan pasar itu.

Ah, keluar juga aku dari pasar itu, keadaan sudah kembali tenang dan macet sudah terurai. Ku susuri terotoar dengan hati suka cita. Sepanjang perjalanan ku fikirkan akan kuapakan uang yang aku dapat nanti. Benar-benar durian runtuh! Pasti mavia yang melemparkan berlian itu tidak melihat bahwa di gang sempit itu ada aku, ah, ceroboh sekali dia.
Aku lihat sebuah brand dari kain tadi, namanya “Altair”, dan aku tahu letak tokonya. Memang sebuah toko berlian ternama di tengah ibu kota. Jaraknya tidak terlalu jauh dari pasar tadi, ah itu dia diseberang jalan ini. Olalala! Semakin ku percepat langkah kakiku ini.

Aw! 

Sebuah benda berkecepatan tinggi mengenai leher bagian kiriku.
Sebelum sempat aku menengok untuk melihat keadaan leherku. Pandanganku perlahan gelap, dan semakin gelap. Seiring pandanganku yang mulai kabur kurasakan tulangku dari atas sampai bawah perlahan menghilang. 

Dan..

Bruk!

Kamis, 05 Juli 2012

Sebuah Awal

0 komentar
Pagi ini semua masih seperti biasanya, pemandangan di Jakarta pada umumnya, motor yang saling "seruduk" tak mau jalannya dipotong sedikit pun oleh pengendara motor lain. Angkot yang berhenti seenaknya, sampai mobil pribadi yang tidak sabaran. Tuntutan hidup di Kota Jakarta memang keras bung! tak elak semua ulah para pengguna jalan itu menimbulkan sebuah simfoni khas Ibu Kota Jakarta. Klakson bising terdengar.

Diiiiiiin.....! Teet-teet-teet! TIIIIIIIIIIIIIIIIN....!

Beragam suara klakson terdengar dari berbagai kendaraan bersamaan. Seakan membunyikan klakson bisa menyelesaikan masalah kemacetan mereka. Belum lagi tingkah warganya. Seorang ibu paruh baya kerepotan menuntun kedua anaknya dan menggendong satu bayi yang tengah menangis hebat, mungkin tidak mau menghadapi kerasnya jakarta, belum lagi anak yang dituntunnya ngambek minta dibelikan es doger. Ibu itu terlihat sangat kerepotan. hihihi.. aku tertawa kecil memerhatikan pemandangan itu.

Tiba-tiba suara gaduh terdengar, sangat gaduh, kupikir ada kerumunan kuda liar terlepas. Namun, semakin lama semakin jelas! tidak hanya suara derap langkah, suara teriakan, sumpah serapah, bahkan letusan pistol juga terdengar. Ribut sekali, aku semakin penasaran. Ku longokkan kepalaku lebih ke luar, ada peristiwa menarik sepertinya. Kutaksir jumlahnya bisa mencapai ratusan orang. Semua simfoni warga jakarta hari ini mendadak hilang, semua terperangah dengan kejadian "gila" yang tengah berlangsung itu.

Aku semakin bertanya-tanya, ini tidak seperti biasanya. Kerumunan itu terdiri dari puluhan warga, beberapa polisi, beberapa jurnalis dan kameramennya. Semua berlari menuju satu tujuan. Benar-benar serius rupanya, para penumpang sesama bus kopaja ini saling bertanya-tanya, tanpa ada yang tahu kejadian sebenarnya. Macet semakin menjadi-jadi.

Kejadian yang sangat penting untuk ditonton, tapi pesanan ibuku tidak kalah penting. Pasar tujuanku hanya tinggal beberapa blok lagi, aku memutuskan untuk berjalan kaki saja, mengingat bus yang tak kunjung bergerak. Kulangkahkan kaki turun dari bus dengan hati-hati, ku lihat semua pengguna jalan masih terperangah dengan kejadian itu. Semua mata tertuju pada satu titik, dan semua kepala-kepala itu bergerak dari kanan ke kiri secara perlahan mengikuti kerumunan tak terkendali itu, terdengar riuh dari kerumunan itu.

"KEJAAAR! KEJAAAR DIA PAK!"
"AYO TANGKAP! JANGAN SAMPAI LOLOS!"
DUAR! DUAR!
"SERAHKAN KEPADA POLISI"
"HARAP SEMUA BERHENTI MELAKUKAN PENGEJARAN!"

Namun, sepertinya tidak ada yang mengindahkan seruan polisi tersebut. Makin gila saja warga ibu kota ini. "Mbak!" Seorang bapak gemuk menepuk pundakku.
"Ya, ada apa pak?" bikin kaget saja bapak ini.
"Tidak ikut mengejar pencuri itu, yang berhasil mendapatkannya dapat 100juta dari pemilik toko, SERATUS JUTA MBAAK! bukan maiin.."Kata Bapak itu sambil melotot penuh semangat.
Aku tertawa kecil "Ah, yang benar saja Pak, hari gini 100juta itu tidak mungkin!"
"Loh, mungkin saja mbak, wong yang dicurinya itu berlian seharga 1miliar! bukan maiiin.. HAHAHA" bapak itu tertawa lepas, sampai perutnya itu ikut bergoyang.
Aku geleng-geleng kepala, bagaimana mungkin?

Aku melanjutkan rencanaku pergi ke pasar untuk membeli sayur pesanan ibuku. Aku berbelok menuju pasar itu. Baru di depan blok pasar tersebut, aku terperangah.
BLAM.
Sepi. Kemana seluruh orang di sini, tidak ada penjual, pembeli, tidak ada semua orang tepatnya. Apa karena kejadian itu ya. Aku terus melangkahkan kaki memasuki pasar tersebut, berjuta pertanyaan memenuhi otakku. Ini sangat tidak wajar!

Sayup-sayup terdengar suara mencurigakan. Mulanya pelan, namu seiring suara itu terdengar semakin keras jantungku berdegup semakin kencang, tanganku dingin. Aku tahu suara aneh ini, suara yang mirip derap langkah puluhan kuda! Kulihat dari jauh debu mengepul berterbangan, pasar yang sempit dan orang yang banyak, semua berlari menuju satu titik, ke arahku! mereka semua seperti orang gila yang kesetanan! tak peduli mereka menghantam kios-kios yang menghalangi mereka, semuanya dihancurkan! Aku masih berdiri mematung melihat pemandangan menakjubkan ini. Mungkin aku pucat. Kutarik nafas dalam-dalam.

KERUMUNAN GILAAA! LARIIII!

aku berteriak sekuat tenaga, berlari sekuat tenaga, sekarang seakan semua kerumunan itu berlari mengejarku. Ini Gila! aku bisa terinjak-injak, aku bisa mati! Aku berusaha menambah kecepatanku sekencang yang aku bisa. Sialnya kerumunan itu semakin dekat saja, aku semakin panik! ah! Gotcha! ada gang kecil di depan!

Yak! aku berhasil berbelok masuk menuju gang sempit itu, dan kulihat kerumunan gila itu melewati gang kecil tempat aku berlindung, gelap dan sempit sekali, hanya cukup untuk satu orang, tempat yang sangat baik untuk berlindung. Jantungku masih berdegup kencang, nafasku tidak karuan, aku terduduk tak berdaya, haus, kehilangan tenaga, dan sangat lelah. Kulihat kerumunan itu masih berlari melewati gang kecilku, panjang juga kerumunannya. Alhamdulillah, kuucapkan puji syukur kepada Allah yang telah meyelamatkan ku, hampir saja aku mati terinjak. Ku keringkan peluh yang sedari tadi mengucur deras di wajahku.

"BUK"
Sebuah batu mengahantam dinding gang ini. Hampir saja mengenai kepalaku. Asalnya dari kerumunan tadi.

Ah, ternyata sebuah kantong biru berbahan beludru, elegan sekali.
hemm..
mungkinkah ini..
ku buka kain itu perlahan.. perlahan..
dan sebuah kilauan menyilaukan mataku, indah sekali.
tanganku bergetar, belum pernah aku memegang benda seindah ini!

Sebuah berlian sebesar ibu jari!